LAPORAN KKL KELOMPOK 21 NON FLORISTIK
NON FLORISTIK
LAPORAN KKL
DISUSUN
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Ekologi
yang dibimbing oleh Dr. Hadi Suwono, M.Si dan
Dr.Vivi Novianti, S.Si, M.Si
Disusun oleh:
Pendidikan Biologi/Offering A/Kelompok
21
Dessi
Endriyani (150341604773)
Inovira
Riesnawati (150341601514)
Koko
Murdianto (150341605345)
Maya
Agustin (150341607439)
Moch.
Fahrur Rozi (150341601364)
Ridadyah
Wilujeng (150341600127)
Yulista
Trias Rohayati (150341605343)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
aPRIL
2017
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu bentuk ekosistem
yang kompleks dan bervariasi, dimana didalamnya hidup beranekaragam flora,
fauna dan mikroorganisme. Hutan merupakan suatu lapisan bertumbuhnya
pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati
beserta lingkungannya. Hutan mempunyai fungsi ekologi di antaranya sebagai
sumber plasma nutfah, pengikat karbondioksida dari udara, sebagai penjaga
sttabilitas kualitas air, pemelihara alami dari aliran sungai, dan melindungi
tanah dari erosi (Soerianegara, 1978).
Menurut Syafei (1990), kajian komunitas
tumbuhan atau vegetasi merupakan bagian kajian ekologi Tumbuhan. Secara garis
besar metode analisis dalam ilmu vegetasi dapat dikelompokkan dalam dua hal yaitu
metode destruktif dan metode non-destruktif. Untuk metode destruktif, dilakukan
guna memahami materi organik yang dihasilkan, sedangkan untuk metode
non-destruktif dibedakan menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan floristik dan
non-floristik. Dalam mengkaji suatu vegetasi dapat dilakukan dengan mengamati
penampakan luar atau gambaran umum dari keberadaan vegetasi tersebut tanpa
memperhatikan jenis-jenis tumbuhan yang menyusun vegetasi. Kegiatan yang
demikian ini biasa dikenal sebagai kajian fisiognomi vegetasi non-floristik
(Rasosoedarmo, 1986).
Dalam metode analisis vegetasi non-floristik
setiap karakteristik tumbuhan terbagi menjadi sifat-sifat yang lebih rinci yang
dinyatakan melalui simbol, gambar dan huruf (Syafei, 1990). Karakteristik dan formasi
vegetasi akan berbeda jika berada pada habitat yang berbeda. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan mikroklimat yang berlaku di suatu
habitat tertentu. Oleh karena itu pengukuran faktor lingkungan penting juga dilakukan
untuk mengkaji suatu vegetasi yang hidup di habitat tertentu. Kekhususan
bentang alam sangat mempengaruhi tipe-tipe vegetasi di atasnya seperti adanya
hutan hujan tropika, savana, praire, kaktus di padang pasir, dan sebagainya
(Syafei, 1990). Karakteristik bentang alam juga mempengaruhi bentuk hidup yang
berbeda.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan, disusun rumusan masalah sebagai
berikut.
1.
Bagaimanakah pola vegetasi tanaman di Taman Nasional Alas Purwo ?
2.
Bagaimanakah pengaruh faktor abiotik di Taman Nasional Alas Purwo
terhadap pola vegetasi tanaman ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah
dipaparkan, maka disusun tujuan penelitian sebagai berikut.
1.
Untuk mengetahui pola vegetasi tanaman di Taman Nasional Alas Purwo
2.
Untuk mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap pola vegetasi tanaman
di Taman Nasional Alas Purwo
1.4 Ruang
Lingkup Penelitian
1.
Penelitian ini mendeskripsikan keadaan bentuk hidup (life form), profil tegakan dan gambar
stratifikasi vegetasi yang terdapat di hutan Taman Nasional Alas Purwo
2.
Stratifikasi vegetasi dibatasi pada life from, stratifikasi, fungsi
daun, bentuk dan ukuran daun, serta tekstur daun.
3.
Penelitian ini mendeskripsikan faktor lingkungan (suhu udara, kecepatan
angin, intensitas cahaya matahari, kelembaban udara, suhu tanah, pH tanah dan
kelembaban tanah) pada Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
4.
Tumbuhan yang diamati merupakan tumbuhan yang ada di kuadran III di
setiap plot pada transek 25
1.5 Definisi Istilah
1.
Transek adalah jalur melintang lahan yang akan dipelajari/ diselidiki
yang
tujuannya
adalah untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan
perubahan lingkungan, atau untuk mengetahui
jenis vegetasi yang ada di suatu lahan (Syafei,1990).
2.
Vegetasi adalah kumpulan dari tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama-sama
pada suatu tempat, biasanya terdiri dari beberapa jenis berbeda (Gem,1996).
3.
Non Floristik adalah merupakan metode yang menggambarkan penyebaran
vegetasi berdasarkan penutupannya, dan juga masukan bagi disiplin ilmu yang
lainnya (Syafei,1990).
4.
Life form adalah bentuk hidup suatu tanaman, dibagi
menjadi herba, perdu, bryoid, pohon tinggi berkayu (Syafei,1990).
5.
Herba adalah tumbuhan tidak berkayu (Syafei,1990).
6.
Bryoid (tumbuhan berbentuk batang termasuk lumut daun, lumut hati, lumut
kerak, dan jamur) (Syafei,1990).
7.
Perdu adalah tumbuhan berkayu yang pendek (Syafei,1990).
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1
Metode Non-floristik
Metode
non-floristik merupakan metode yang menggambarkan penyebaran vegetasi
berdasarkan penutupannya, dan juga masukan bagi disiplin ilmu yang lainnya
(Syafei,1990).
a)
Bentuk Hidup
W
|
|
Pohon
tinggi berkayu (Tinggi lebih dari 3 m, keliling lebih dari 30 cm)
|
L
|
|
Tumbuhan
memanjat pada pohon
|
E
|
|
Epifit
|
H
|
|
Herba
(tumbuhan tidak berkayu)
|
M
|
|
Bryoid
(tumbuhan berbentuk batang termasuk lumut daun, lumut hati, lumut kerak, dan
jamur)
|
S
|
|
Perdu
(tumbuhan berkayu pendek)
|
b)
Stratifikasi
1.
Lebih dari 25 meter
2.
10-25 meter
3.
8-10 meter
4.
2-4 meter
5.
0,5-2 meter
6.
0,1-0,5 meter
7.
0,0- 0,1 meter
c)
Cover
B
|
Sangat
jarang
|
P
|
Berkelompok
|
I
|
Diskontinu
(< 60 %)
|
C
|
Kontinue
(> 60 %)
|
d)
Fungsi daun
D
|
|
Luruh
atau desidous
|
S
|
|
Tak
berdaun
|
E
|
|
Selalu
hijau (evergreen)
|
I
|
|
Selalu
hijau daun (sekulenta)
|
e)
Bentuk dan ukuran daun
O
|
|
Tak
berdaun
|
N
|
|
Seperti
jarum atau duri
|
G
|
|
Graminoid,
rumput
|
A
|
|
Medium
atau kecil (2:5)
|
H
|
|
Lebar
dan besar
|
V
|
|
Majemuk
|
Q
|
|
Bertalus
|
f)
Tekstur daun
O
|
|
Tak
berdaun
|
F
|
|
Sangat
tipis, seperti film
|
E
|
|
Seperti
membran
|
X
|
|
Sclerophyllous
|
K
|
|
Sukulenta
|
2.2
Alas Purwo
Taman Nasional Alas Purwo yang ditetapkan
berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 283/Kpts-11/1992 pada tanggal 26 Februari
1992 memiliki kawasan seluas 43.320 ha. Kawasan yang dikenal sebagai
semenanjung Blambangan ini merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan
dataran rendah di Jawa. Berdasarkan tipe ekosistemnya hutan di TN Alas Purwo
dapat dikelompokan menjadi hutan bambu, hutan pantai, hutan bakau, hutan
tanaman, hutan alam, dan padang penggembalaan (Hidayat, 2010).
Berdasarkan administratif pemerintahan TN
Alas Purwo terletak di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten
Banyuwangi. Secara geografis kawasan ini terletak di ujung timur pulau Jawa
wilayah pantai selatan antara 8° 26' 45" - 8° 47' 00" LS dan 114° 20'
16" - 114° 36' 00" BT. Selain potensi wisata alam dan sejarah,
kawasan ini kaya akan flora dan fauna. Tercatat sedikitnya 584 jenis tumbuhan
yang terdiri dari rumput, herba, semak, liana dan pohon menghuni kawasan ini
(Hidayat, 2010).
2.3
Faktor Abiotik
1) Suhu
. Kondisi suhu udara sangat
berpengaruh terhadap kehidupan baik hewan dan tumbuhan, karena berbagai jenis
spesies memiliki persyaratan suhu lingkungan hidup ideal atau optimal, serta
tingkat toleransi yang berbeda-beda di antara satu dan lainnya. Dalam dunia
tumbuhan, kondisi suhu udara adalah salah satu faktor pengontrol persebaran
vegetasi sesuai dengan posisi lintang, ketinggian tempat, dan kondisi
topografinya. Oleh karena itu, sistem penamaan habitat flora seringkali sama
dengan kondisi iklimnya, seperti vegetasi hutan tropis, vegetasi lintang
sedang, vegetasi gurun, dan vegetasi pegunungan tinggi (Wood, 1989).
2) Kelembapan Udara
Selain suhu, faktor lain
yang berpengaruh terhadap persebaran makhluk hidup di muka bumi adalah
kelembapan. Kelembapan udara yaitu banyaknya uap air yang terkandung dalam
massa udara. Tingkat kelembapan udara berpengaruh langsung terhadap pola
persebaran tumbuhan di muka bumi. Beberapa jenis tumbuhan sangat cocok hidup di
wilayah yang kering, sebaliknya terdapat jenis tumbuhan yang hanya dapat
bertahan hidup di atas lahan dengan kadar air yang tinggi (Wood, 1989)..
3) Angin
Di dalam siklus hidrologi,
angin berfungsi sebagai alat transportasi yang dapat memindahkan uap air atau
awan dari suatu tempat ke tempat lain. Gejala alam ini menguntungkan bagi
kehidupan makhluk di bumi, karena terjadi distribusi uap air di atmosfer ke
berbagai wilayah. Akibatnya, secara alamiah kebutuhan organisme akan air dapat
terpenuhi. Gerakan angin juga membantu memindahkan benih dan membantu proses
penyerbukan beberapa jenis tanaman tertentu(Wood,1989).
4) Curah Hujan
4) Curah Hujan
Air merupakan salah satu
kebutuhan vital bagi makhluk hidup. Tanpa sumber daya air, tidak mungkin akan
terdapat bentuk-bentuk kehidupan di muka bumi. Bagi makhluk hidup yangmenempati
biocycle daratan, sumber air utama untuk memenuhi kebutuhan hidup berasal dari
curah hujan. Melalui curah hujan, proses pendistribusian air di muka bumi akan
berlangsung secara berkelanjutan (Wood, 1989).
5) Suhu
tanah
Suhu
dalam tanah di samping mempengaruhi proses fisis dan khemis yang terjadi di
dalam tanah juga mempengaruhi kecepatan absorbsi air dan zat-zat yang terlarut,
perkecambahan biji dan kecepatan pertumbuhan bagian-bagian tanaman yang ada di
dalam tanah. Proses metabolisme tanaman dan penyerapan air oleh akar yang
maksimum umumnya terjadi antara 20-30°C. Suhu rendah di bawah 200 C
menyebabkan pengurangan absorbsi air yang cukup besar. Tanah-tanah yang dingin
tidak kondusif untuk pertumbuhan yang cepat pada sebagian besar tanaman (Wood, 1989).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Waktu
dan Tempat Penelitian
3.1.1 Waktu Penelitian
Observasi melalui kegiatan Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) mata kuliah Ekologi dilaksanakan pada tanggal 24-27 Maret 2017.
3.1.2 Tempat Penelitian
Observasi melalui kegiatan Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) mata kuliah Ekologi dilaksanakan di Hutan Pantai Triangulasi
Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur.
3.2
Alat
dan Bahan
3.2.2 Alat
Alat yang digunakan meliputi
kamera, kompas bidik, soil thermometer, roll meter, alat tulis, lux meter, pH meter, anemometer, hygrometer,
dan soil analyzer.
3.2.3 Bahan
Bahan yang digunakan meliputi kantong
plastik, kertas label, tali raffia dan transek
ukuran 10 x 10 m,
3.3
Teknik
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi pada stasiun 21 yang
dibagi menjadi 4 plot. Vegetasi tumbuhan yang dihitung merupakan tumbuhan yang
ada pada pada plot nomer 3. Adapun Langkah-lang dalam pengambilan data adalah
sebagai berikut.
|
3.4
Teknik
Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis
data yang telah diperoleh adalah metode
non-floristik yang didasarkan pada bentuk hidup dan pola vegetasi yang ada di
lapangan. Analisis data menggunakan analisis deskriptif.
3.5
|
|
|
|
|
BAB IV
DATA DAN ANALISIS DATA
4.1 Data
Plot ke-
|
No
|
Namaspesies
|
Rumus
|
Jumlah
|
1
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Cycas rumphii
Paspalum sp.
Barringtonia asiatica
Barringtonia asiatica
Vitris sp.
|
H5PIAX
H5BIGE
S5IIHX
S4BIHX
E7BEAK
|
15
2
9
1
3
|
2
|
1.
2.
3.
4.
|
Barringtonia asiatica
Paspalum sp.
Vitris sp.
Piper retrafactum
|
S4IIHX
H4BEGX
E7BEAK
E7PEAX
|
11
2
4
74
|
3
|
1.
2.
3.
|
Oplismenus compositus
Daemonorops sp.
Piper retrafactum
|
E7PIGE
S5PIHX
E7PEAX
|
87
1
115
|
4
|
1.
2.
3.
|
Piper retrafactum
Ardisa crispa
Rauvolfia sumatrana
|
E7PEAX
H6BEAK
S4BEAX
|
115
2
3
|
5
|
1.
2.
3.
|
Rauvolfia sumatrana
Rauvolfia sumatrana
Diospyros javanica
|
S4BEAX
S5BEAX
S3BIHX
|
5
2
1
|
6
|
1.
2.
|
Barringtonia
racemosa
Syzygium
littoreus
|
S4BIHX
S4BIHE
|
3
1
|
7
|
1.
|
Diospyros javanica
|
S3BIHX
|
5
|
8
|
1.
2.
3.
4.
|
Polyalthia
sp.
Polyalthia
sp.
Diospyros javanica
Barringtonia
racemosa
|
S5BIAX
S6BIAX
S3BIHX
S4BIHX
|
2
7
6
1
|
9
|
1.
2.
|
Polyalthia
sp.
Drypetes
cerrata
|
S5BIAX
S5BIAK
|
4
3
|
10
|
1.
|
Pterospermum javanicum
|
S5BIAX
|
10
|
11
|
1.
2.
3.
|
Drypetes
cerrata
Capparis
sp.
Polyantia
sp.
|
S5BIAK
S6IIAX
S6BIAX
|
5
9
11
|
12
|
1.
2.
3.
|
Barringtonia
racemosa
Daemonorops sp.
Sphagnum sp.
|
S5BIHX
S5PIHX
M7PSHX
|
12
15
17
|
13
|
1.
2.
|
Daemonorops sp.
Barringtonia
racemosa
|
S5PIHX
S6BIHX
|
8
9
|
14
|
1.
2.
|
Diospyros javanica
Drypetes negleta
|
S4BIHX
S4BIAK
|
14
11
|
15
|
1.
2.
3.
4.
|
Pterospermum javanicum
Tetracera
scandens
Cyperus
sp.
Ardisia
crispa
|
S5BIAX
S5BIHX
H7BIGX
S4BIAK
|
7
8
15
21
|
16
|
1.
2.
3.
4.
|
Uraria
sp.
Polyalthia
sp.
Cyperus
sp.
Pterospermum javanicum
|
H4BIAK
S5BIAX
H6BIGX
S5BIAX
|
1
10
13
7
|
17
|
1.
2.
3.
4.
|
Phaleria
octandra
Fabaceae
Canarium
hirsutum
Tetrastigma
sp.
|
S5BIHX
S4BIAX
S5BIHX
E6PIAX
|
9
7
10
11
|
18
|
1.
2.
|
Capparis
sp.
Borreria
sp.
|
S6IIAX
H6PIAE
|
8
11
|
19
|
1.
2.
|
Mischocarpus
sp.
Calophyllum
phylum
|
S4BIHX
S4BIHX
|
9
12
|
20
|
1.
2.
|
Buchanania
arborescens
Capparis
sp.
|
S5BIHX
S6IIAX
|
17
16
|
21
|
1.
2.
3.
|
Borreria
sp.
Mitrephora
polypyrena
Buchanania
arborescens
|
H7PIAE
S5BIHX
S4BIHX
|
21
7
10
|
22
|
1.
2.
|
Prunus
sp.
Polyanthia
sp.
|
S5BIAX
S5BIAX
|
3
5
|
23
|
1.
2.
3.
4.
|
Gmelina
sp.
Corypha
utan
Mischocarpus
sp.
Buchanania
arborescens
|
W2BIHX
S5BIHX
S4BIHX
S4BIHX
|
1
4
5
6
|
24
|
1.
2.
3.
|
Mischocarpus
sp.
Buchanania
arborescens
Corypha
utan
|
S4BIHX
S5BIHX
S4BIHX
|
4
8
7
|
25
|
1.
2.
3.
4.
|
Piper retrafactum
Buchanania
arborescens
Mischocarpus
sp.
Drypetes
cerrata
|
E7PEAX
S5BIHX
S4BIHX
S5BIAK
|
3
7
2
1
|
Faktor Abiotik
Suhu udara rata-rata plot 1-25 (oC)
|
32oC
|
Kelembapan udara rata-rata plot 1-25 (%)
|
73 %
|
Suhu tanah rata-rata plot 1-25 (oC)
|
30oC
|
BAB V
PEMBAHASAN
Tumbuhan di Alas Purwo
cukup beragam, terlihat dari 25 plot yang dilakukan analisis vegetasi,
ditemukan tumbuhan dengan life form lumut,
herba, epifit, perdu dan pohon. TN Alas Purwo
memiliki wilayah yang sangat besar dan luas yaitu sekitar 430,420 Ha merupakan
tempat yang sangat subur dengan curah hujan 1000-1500
mm pertahun dan temperatur udara berkisar antara 220-310C
dan kelembapan udara berkisar antara 40-85
% (Polunin, 1994).
Tumbuhan herba yang ditemukan
antara lain Cycas
rumphii, Paspalum sp., Ardisa crispa, Cyperus
sp., Uraria sp., dan Borreria
sp. Tumbuhan Epifit yang ditemukan yaitu Piper retrafactum,
Oplismenus composites, Vitris sp. Tumbuhan Perdu
yang ditemukan yaitu Barringtonia asiatica, Daemonorops sp., Rauvolfia
sumatrana, Diospyros javanica, Barringtonia racemosa, Syzygium littoreus, Polyalthia
sp., Drypetes cerrata, Capparis sp., Polyantia sp., Pterospermum javanicum, Drypetes negleta,
Tetracera scandens, Phaleria octandra, Fabaceae, Canarium
hirsutum, Mitrephora polypyrena, Buchanania arborescens, Corypha utan,dan Mischocarpus sp. 1 jenis lumut yaitu Sphagnum sp.
dan 1 jenis pohon yaitu Gmelina sp. Dari
beberapa jenis tumbuhan yang ditemukan, jenis epifitlah yang mendominasi
komunitas yakni dari spesies Piper retrafactum dengan jumlah sebesar 230 buah. Secara
keseluruhan tumbuhan perdu memiliki penutupan yang paling banyak diantara life form lainnya. Tumbuhan perdu memiliki tinggi 0,5-2
meter, daunnya selalu hijau, berbentuk lebar dan besar dan bertekstur berdaging
dan ada yang berbentuk medium atau kecil.
Tumbuhan ini memiliki pengcoveran discontinue dan sangat jarang. Tumbuhan perdu
tersebar di berbagai plot, baik yang masih dekat dengan garis pantai maupun
pada plot-plot yang lebih masuk ke dalam hutan (Wijayanti,2011). Denngan rata-rata suhu udara 32oC,
kelembapan udara 73 % dan suhu tanah sebesar 30 oC, sangat mendukung
pertmbuhan Piper retrafactum karena tumbuhan ini hidup pada lahan dengan ketinggian
0-600 mdpl dengan curah hujan rata-rata 1259-2500 mm per tahun dengan tanah
lempung berpasir (Indriyanto 2006).
BAB VI
PENUTUP
6.1
Kesimpulan
(1) Pola
vegetasi tanaman di Taman Nasional Alas Purwo menunjukkan pola yang beragam
yakni ditemukannya beberapa jenis tumbuhan yang meliputi Tumbuhan herba yang
ditemukan antara lain Cycas rumphii, Paspalum sp., Ardisa crispa, Cyperus sp.,
Uraria sp., dan Borreria
sp. Tumbuhan Epifit yang ditemukan yaitu Piper retrafactum,
Oplismenus composites, Vitris sp. Tumbuhan Perdu
yang ditemukan yaitu Barringtonia asiatica, Daemonorops sp., Rauvolfia
sumatrana, Diospyros javanica, Barringtonia racemosa, Syzygium littoreus, Polyalthia
sp., Drypetes cerrata, Capparis sp., Polyantia sp., Pterospermum javanicum, Drypetes negleta,
Tetracera scandens, Phaleria octandra, Fabaceae, Canarium
hirsutum, Mitrephora polypyrena, Buchanania arborescens, Corypha utan,dan Mischocarpus sp. 1 jenis lumut yaitu Sphagnum sp.
dan 1 jenis pohon yaitu Gmelina sp.
(2) Faktor
abiotik yang mempengaruhi pola vegetasi tumbuhan ini meliputi suhu, kelembapan
udara dan suhu tanah yang membuat pertumbuhan Piper retrafactum mendominasi
6.2
Saran
Penelitian
selanjutnya sebaiknya dilakukan dengan lebih hati-hati mengingat kondisi
stasiun 21 di TN Alas Purwo banyak tumbuhan berduri, hewan yang berbahaya, dan
melewati rawa-rawa. Selain itu, pengambilan data sebaiknya dilakukan lebih
cepat agar bisa segera selesai dan dapat langsung melakukan identifikasi
tumbuhan hasil pengamatan. Diharapkan juga, pada penelitian selanjutnya agar
dapat menggunakan parameter abiotik yang lebih banyak.
DAFTAR RUJUKAN
Gem, C.
1996. Kamus Saku Biologi. Jakarta : Erlangga.
Hidayat,
Syamsul. 2010. Struktur, Komposisi dan Status Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan
Taman Nasional Alas Purwo. Jurnal Biologi
XII (1):9 13.
Indriyanto. 2006. Ekologi
Hutan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Polunin, Nicholas. 1994. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Penerjemah Prof. Ir.
Gembong Tjitrosoepomo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rasosoedarmo,
R. Soedarman. 1986. Pengantar Ekologi.
Bandung : CV Remaja Karya.
Soerianegara, idan Irawan, A. 1978.
Ekologi Hutan Indonesia. Bogor:
Departemen Manajemen Kehutanan, Fakultas Kehutanan IPB.
Syafei, E.
Surasana. 1990. Pengantar Ekologi
Tumbuhan. Bandung: ITB.
Wijayanti, Rosianna. 2011.Keanekaragaman Tumbuhan Paku (Pteridophyta)
Pada Ketinggian Tempat Yang Berbeda-beda Di Sekitar Jalur Selatan Pendakian Gunung
Merapi. Surakarta: FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Wood,
M. 1989. Soil Biology. New York
:Chapman and Hall.
Saran saya, gambar diupload secara manual saja kak
BalasHapuskarena kalau copy paste dari word gambarnya tidak akan muncul di blog