LAPORAN KKL KELOMPOK 21 LIGHT TRAP
LIGHT
TRAP
LAPORAN KKL
DISUSUN UNTUK
MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Ekologi
yang dibimbing oleh Dr. Hadi Suwono, M.Si dan
Dr.Vivi Novianti, S.Si, M.Si
Disusun oleh:
Pendidikan Biologi/Offering A/Kelompok
21
Dessi
Endriyani (150341604773)
Inovira
Riesnawati (150341601514)
Koko
Murdianto (150341605345)
Maya
Agustin (150341607439)
Moch.
Fahrur Rozi (150341601364)
Ridadyah
Wilujeng (150341600127)
Yulista
Trias Rohayati (150341605343)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
JURUSAN BIOLOGI
FEBRUARI 2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Taman
Nasional Alas Purwo berada di ujung timur pulau Jawa. Tepatnya di kecamatan
Tegal delimo Kabupaten Banyuwangi. Alas Purwo merupakan suaka marga satwa
sekaligus Taman Nasional dengan luas 430.420 Ha. Taman Nasional Alas Purwo
merupakan suatu ekosistem hutan tropis dataran rendah yang di dalamnya terdapat
vegetasi hutan pantai, hutan mangrove, hutan tropis dataran rendah (hutan
heterogen), dan sebagian hutan tanaman, padang rumput, dan hutan bambu. Hutan
pantai terdiri dari dua daerah yang berbeda, yaitu hutan mangrove dan hutan
campuran (Odum, 1993). Hutan mangrove terdapat di sepanjang pantai atau muara
sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan campuran pohonnya
selalu hijau dan tinggi dengan keanekaragaman yang tinggi, karena curah hujan
tinggi, kandungan humus tinggi, dan penyinaran matahari lebih lama.
Keanekaragaman
hewan yang paling tinggi dimiliki oleh serangga. Keanekargaman serangga dapat
disebabkan oleh adanya keanekaragaman sumber daya alam seperti sumber makanan
dan topografi alam. Penelitian tentang jumlah dan macam jenis serangga
khususnya serangga malam yang dilakukan memiliki manfaat agar dapat
mengkonservasi hewan infauna yang berada di Alas Purwo.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai
dengan judul dan materi pada laporan ini, rumusan masalah yang disediakan oleh
penyaji yakni.
1.
Bagaimana jenis-jenis serangga malam
yang terdapat di Hutan Pantai Taman nasional Alas Purwo Banyuwangi berdasarkan
jam biologisnya?
2.
Spesies apa yang mendominasi di Hutan
Triangulasi pada jalur kanan?
3.
Bagaimana keanekaragaman, kemerataan,
dan kekayaan jenis hewan tanah di hutan pantai Taman Nasional Alas Purwo
Banyuwangi?
1.3 Tujuan
Sesuai
dengan judul dan materi pada laporan ini, rumusan masalah yang disediakan oleh
penyaji yakni.
1. Untuk
mengetahui jenis-jenis serangga malam yang terdapat di Hutan Pantai Taman
nasional Alas Purwo Banyuwangi berdasarkan jam biologisnya
2. Untuk
mengetahui spesies yang mendominasi di Hutan Triangulasi pada jalur kanan.
3.
Mengetahui keanekaragaman, kemerataan,
dan kekayaan jenis hewan tanah di hutan pantai Taman Nasional Alas Purwo
Banyuwangi.
1.4
Ruang Lingkup
Sesuai dengan judul dan
materi pada laporan ini, batasan yang disediakan oleh penyaji yakni,
1.
Subyek penelitian berada hanya dilajur
sebelah kanan Hutan Triangulasi Alas Purwo.
2.
Dilakukan pada waktu yang berbeda.
3.
Serangga yang diamati hanya berupa serangga
malam saja.
1.5
Definisi Operasional
1. Keanekaragaman
hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumber daya hayati berupa jenis
maupun kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),
keanekaragaman antarjenis dan keanekaragaman ekosistem (Sudarsono dkk, 2005).
1. Kemerataan
adalah cacah individu masing-masing spesies dalam unit komunitas (Dharmawan,
dkk., 2005)
2. Kekayaan
adalah jumlah spesies penyusun komunitas (Dharmawan, dkk., 2005)
bab ii
tinjauan pustaka
2.1 Taman
Nasional Alas Purwo
Taman
Nasional Alas Purwo merupakan suatu kawasan pelestarian alam di Indonesia yang
terletak di kecamatan Tegaldelimo dan kecamatan Purwoharjo, Kabupaten
Banyuwangi. Secara geografis terletak di
ujung timur pulau jawa wilayah pantai selatan antara 8o25’ - 8o47’
LS, 114o20’- 114o36’ BT. Taman Nasional Alas Purwo
ditetapkan sebagai Taman Nasional sejak tahun 1993 dengan luas wilayah sekitar
43.420 ha yang terdiri dari beberapa zonasi yaitu: zona inti (sanctuary zone), seluas 17.200 ha, zona
rimba (wilderness zone) seluas 24.767 ha, zona pemanfaatan intensive use zone) seluas 250 ha, zona
penyangga (buffer zone) seluas 1.203 ha. Taman Nasional Alas Purwo merupakan
kawasan konservasi yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Alas Purwo.
2.2 Morfologi Serangga
Serangga tergolong
dalam filum Arthropoda, sub filum Mandibulata, kelas Insekta. Insekta memiliki eksoskeleton yang berfungsi melindungi
organ-organ dalam. Ruas yang membangun tubuh serangga terbagi atas tiga
bagian yaitu, kepala (caput), dada (toraks) dan perut (abdomen). Sesungguhnya
serangga terdiri dari tidak kurang dari 20 segmen. Enam Ruas terkonsolidasi
membentuk kepala, tiga ruas membentuk thoraks, dan 11 ruas membentuk abdomen
serangga dapat dibedakan dari anggota Arthropoda lainnya karena adanya 3 pasang
kaki (sepasang pada setiap segmen thoraks) (Hadi, 2009). Pada serangga terjadi
tiga pengelompokkan segmen, yaitu kepala, dada, dan perut, secara umum satu
daerah kesatuan ini disebut tagma. Prostomium (suatu bagian terdepan yang tidak
bersegmen) bersatu dengan kepala sedangkan periprok (bagian terakhir tubuh yang
tidak bersegmen) bersatu dengan perut. Pada bagian depan (frontal) apabila
dilihat dari samping (lateral) dapat ditentukan letak frons, clypeus, vertex,
gena, occiput, alat mulut, mata majemuk, mata tunggal (ocelli), postgena, dan
antena, Sedangkan toraks terdiri dari protorak, mesotorak, dan metatorak. Dada
terdiri dari 3 ruas, dan pada dada tersebut terdapat tiga pasang kaki yang
beruas-ruas. Sayap terdapat pada bagian ini dan pada umumnya ada dua pasang
yang terletak di mesotoraks dan metatorak. Sayap serangga tumbuh dari dinding
tubuh yang terletak dorso-lateral antara nota dan pleura. Pada sayap terdapat pola
tertentu dan sangat berguna untuk identifikasi (Borror dkk, 1992). Perut
terdiri atas 6 sampai 11 ruas (ruas belakang posterior digunakan sebagai alat
reproduksi). Pada beberapa serangga betina , terdapat alat untuk melepaskan
telur serta kantung untuk menampung sperma (Aziz,2008). Serangga memiliki
skeleton yang berada pada bagian luar tubuhnya (eksoskeleton). Rangka luar ini
tebal dan sangat keras sehingga dapat menjadi pelindung tubuh, yang sama halnya
dengan kulit kita sebagai pelindung luar. Pada dasarnya, eksoskeleton serangga
tidak tumbuh secara terus-menerus. Pada tahapan pertumbuhan serangga
eksoskeleton tersebut harus ditanggalkan untuk menumbuhkan yang lebih baru dan
lebih besar lagi (Hadi, 2009).
Alat
pencernaan terdiri atas bagian muka, bagian tengah, dan bagian belakang. Mulut
memiliki kelenjar ludah. Jantung berbentuk gilig dan mempunyai anterior aorta
tetapi tidak memiliki pembuluh darah kapiler dan vena, coelom teredusir menjadi
haeocoel. Respirasi dengan system trachea yang berupa saluran yang berdinding
gelang kutikula dan bercabang-cabang
sehingga sampai pada semua bagian tubuh sebelah dalam. Dengan demikian udara
yang mengandung oksigen akan sampai pada bagian dalam dan terjadilah proses
pengambilan oksigen secara langsung. Alat ekskresi terdiri atas dua atau lebih
badan yang membentuk tabung yang disebut dengan buluh malphigi. System saraf
terdiri atas ganglion-ganglion pada tiapruas. Seks terpisah yakni ada individu
jantan dan ada individu betina. Pembuahan terjadi di dalam tubuh, ova banyak
mengandung yolk dan pada fase terakhir akan terbentuk cangkang (Jasin, 1984).
2.4 Klasifikasi Serangga
Serangga
diklasifikasikan menjadi dua subklas, yaitu Apterygota dan Pterygota (Kastawi
1994). Dasar pengklasifikasian ini adalah pada ada tidaknya sayap. Menurut
Kastawi, dua subclass tersebut ada 33 ordo dan 12 diantaranya ditemukan di Indonesia,
yaitu sebagai berikut.
v Ordo Orthoptera
Hewan
yang tergolong ordo ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a.
Memiliki ukuran tubuh 4-75 mm
b.
mempunyai dia sayap, sayap depan
panjang menyempit dan sayap belakang meleba
c.
Hewan tersebut memiliki tipe mulut
penggigit dan pengunyah.
d.
Hewan jantan mempunyai alat
penghasil suara yang terletak di dada.
e.
Contoh serangga yang tergolong
dalam ordo ini adalah Blatella
gertnatica.
v Ordo Dermaptera
Serangga
yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut,
a. Tubuh
pipih dan berukuran 4-30 mm
b. Bersifat
hemimetabola
c. Mulut
bertipe pengunyah
d. Tidak
bersayap atau dengan 1-2 sayap (sayap depan kecil seperti kulit, sayap belakang
seperti selaput, dan melipat di bawah depan bila sedang hinggap)
e. Hewan
jantan mempunyai catut yang kokoh
f. Aktif
pada malam hari (nocturnal)
g. Contoh
spesies dalam ordo ini yaitu Farficula dan Anisolabis
maritime
v Ordo Mecoptera
Serangga
yang termasuk dalam ordo ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut,
a. Tubuh
ramping dengan kuran 1-35 mm
b. Bersifat
holometabola
c. Mulut
bertipe pengunyah
d. Antenna
dan kaki panjang dengan kepala memanjang
e. Tidak
bersayap atau memiliki dua pasang sayap yang panjang, sempit dan berupa membran
f. Mempunyai
organ penjepit yang terletak di ujung posterior abdomen dan organ tersebut
menyerupai organ penyengat pada kalajengking
g. Makanan
berupa buah dan serangga yang mati
h. Contoh
spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Panorpa rufescens dan Hyloittacus
picalis.
v Ordo Plecoptera
Serangga
yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut,
a. Ukuran
tubuh 6-10 mm
b. Sayap
dua pasang, ada yang bersayap panjang dan ada yang bersayap pendek
c. Antenna
panjang, tubuh kunak dan bersifat liemimetabola
d. Mulut
bertipe pengunyah (tetapi tidak berkembang pada saat dewasa)
e. Nympha
bersifat akuatik dan memiliki bekas insang tracheal yang terletak di posterior
setiap pasang kaki
f. Contoh
spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Allocapnia pygmae dan Cilloperla
clio.
v Ordo isoptera
Serangga
yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut,
a. Ukuran
tubuh 6-13 mm
b. Sayap
dua pasang (sayap depan dan belakang memiliki bentuk dan ukuran yang sama)
c. Tipe
mulut penggigit dan pengunyah yang memiliki cerci dua ruas
d. Contoh
spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Zootermopsis nevademis dan Termites.
v Ordo Odonata
Serangga yang
termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut,
a. Ukuran
tubuh 19-75 mm
b. Bersifat
homometabola
c. Mulut
pada hewan dewasa bersifat pengunyah
d. Memiliki
dua pasang sayap berwujud membran
e. Antenna
pendek, kaki dan abdomen panjang dan ramping
f. Contoh
spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Macromia magnified dan Dragonflies.
v Ordo Hemiptera
Serangga
yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut,
a. Ukuran
tubuh 1-66 mm
b. Antenna
panjang, mulut bertipe penghisap yang muncul di depan kepala
c. Parasit
pada hewan vertebrata
d. Memiliki
dua pasang sayap seperti membran
e. Contoh
spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Gerris remigis dan Mesove
uiamusanti.
v Ordo Trichoptera
Serangga
yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut,
a. Ukuran
tubuh 9-22 mm
b. Sayap
seperti selaput, berambut dan bersisik
c. Antenna
panjang dan ramping
d. Tipe
mulut penggigit
e. Contoh
spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Macromemum cebratum.
v Ordo Lepidhoptera
Serangga
yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut,
a. Ukuran
tubuh 3-35 mm
b. Bersifat
holometaboal
c. Tidak
memiliki mandibula, mata besar, memiliki dua pasang sayap yang seperti membran
d. Contoh
spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Calpodes ethlius dan Pyrulis
frinalis.
v Ordo Coleoptera
Serangga
yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut,
a. Ukuran
tubuh 0,5-125 mm
b. Sayap
depan keras dan tebal menanduk, sedangkan sayap belakang bersifat membranous
c. Tipe
mulut penggigit
d. Contoh
spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Adalia bipimctat dan Hydrophillus
teriangiilaris.
v Ordo Hymenoptera
Serangga
yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut,
a. Ukuran
tubuh 5-40 mm
b. Sayap
satu pasang seperti selaput
c. Bersifat
holometabola
d. Mulut
tipe pengunyah atau penghisap
e. Contoh
spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Formica sp.
2.5
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keanekaragaman
Faktor-faktor
yang mempengaruhi keanekarangaman ada enam dan tidak dapat dipisahkan antara
satu dengan yang lain. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Faktor
Iklim
Unsur iklim
sangat menentukan berbagai jenis keanekaragaman hayati di Indonesia.
Unsur-unsur iklim yang berpengaruh kelangsungan hidup tumbuhan dan hewan adalah
temperature, udara, kelembapan angin, dan curah hujan.
2. Faktor
kompetisi
Peran kompetisi
mempengaruhi kekayaan spesies yang digambarkan melalui hubungan relung antar
spesies (Widagdo, 2002). Faktor ini sangat penting dalam evolusi karena
merupakan persyaratan habitat untuk hewan dan tumbuhan menjadi lebih terbatas
dan makanan untuk hewan juga menjadi sedikit. Komunitas di daerah tropis
memiliki lebih banyak spesies karena memiliki relung yang kecil dan overlap
relung yang tinggi.
3. Faktor
waktu
Irawan (1999)
menyebutkan bahwa waktu mempengaruhi kematangan suatu komunitas selama
perubahan waktu suatu organisme akan berkembang dan mengalami proses
keanekaragaman menjadi lebih baik. Ditambahkan lagi bahwa keanekaragaman ini
merupakan produk evolusi. Pada daerah tropis memiliki keanekaragaman yang lebih
meleimpah jika dibandingan dengan keanekaragaman yang berada di daerah kutub..
4. Faktor
predasi
Predasi dan
kompetisi sama-sama mempengaruhi keanekaragaman spesies. Dalam komunitas yang
kompleks dan mendukung banyak spesies, interaksi yang dominan adalah predasi,
sedangkan dalam komunitas sederhana yang dominan adalah kompetisi. Keberadaan
predator dan parasit dapat menekan populasi mangsa sampai pada tingkat yang
sangat rendah. Adanya pengurangan kompetisi memungkinkan bertambahnya suatu
spesies sehingga akan mendukung munculnya predator baru.
5. Faktor
produktivitas
Stabilitas dari
produktivitas mempunyai pengaruh utama terhadap keanekaragaman spesies dalam
komunitas. Semakin besar produktivitasnya, maka keanekaragamannya juga semakin
besar (Widagdo, 2002). Namun tidak selalu benar kalau semakin rendah
produktivitasnya maka keanekaragamannya juga semakin rendah.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1
Rancangan penelitian
Penelitian
ini tergolong dalam penelitian deskriptif eksploratif. Data tentang keanekaragaman
serangga malam di hutan pantai Triangulasi Taman diperoleh dengan menggunakan
suatu metode jebakan Light Trap, yakni memanfaatkan sinar lampu dan mika untuk
memancing serangga malam.
3.2
Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan
praktikum ini dilakukan pada tanggal 23 Maret 2017 tepatnya di hutan pantai
Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo. Pemasangan jebakan (lampu dan mika)
dilaksanakan pada pukul 18.30-00.30 WIB.
3.3
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi
penelitian ini adalah semua jenis serangga malam yang ada di hutan pantai
Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo pada jalur kanan. Sampel penelitian
berupa serangga malam yang diperoleh melalui jebakan light trap yang dipasang
pada pukul 18.30 dan diambil setiap dua jam sekali sampai pukul 00.30 WIB.
3.4
Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan sebagai
berikut:
· Seperangkat
alat light trap (plastik besar, lampu, paralon)
· Kabel
roll
· Botol
film (plakon)
· Kuas
kecil
· Vacum
serangga
· Mikroskop
stereo
· Aki
· Roll
meter
2. Bahan yang digunakan sebagai berikut.
· Tali
rafia
· Larutan
formalin atau alkohol
· Amplop
· Kertas
label
· ATK
· Buku
3.5
Prosedur Kerja
Adapun
cara kerja yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Memasang
kabel, pitting dan lampu yang telah terhubung arus listrik.
2. Memasang
seperangkat alat light trap.
3. Mengamati
dan mengambil serangga malam yang terjebak light trap menggunakan botol plakon pada pukul 18.30,
20.30, 22.30, dan 00.30 WIB.
4. Memindahkan
spesimen dari tol plakon ke amplop.
5. Memberikan
label/ identitas pada amplop.
6. Melakukan
pengamatan di laboratorium biologi menggunakan mikroskop stereo dan kunci
determinasi serangga.
7. Melakukan
kompilasi data serangga malam yang diperoleh dengan semua kelompok.
8. Memasukkan
data yang diperoleh ke dalam table data light-trap.
3.6
Sketsa
Jarak antar Plot
3.7
Teknik Pengumpulan Data
Tabel
Keanekaragaman dan Kemerataan Fauna Tanah di kawasan hutan pantai Taman
Nasional Alas Purwo Banyuwangi
Jam 18.30
No
|
Taksa
|
Stasiun
|
S
|
|||
1
|
2
|
3
|
......
|
|||
1
|
|
|
|
|
|
|
2
3
4
|
|
|
|
|
|
|
Dst
|
|
|
|
|
|
|
Total
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Jam 20.30
No
|
Taksa
|
Stasiun
|
S
|
|||
1
|
2
|
3
|
......
|
|||
1
|
|
|
|
|
|
|
2
3
4
|
|
|
|
|
|
|
Dst
|
|
|
|
|
|
|
Total
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Jam 22.30
No
|
Taksa
|
Stasiun
|
S
|
|||
1
|
2
|
3
|
......
|
|||
1
|
|
|
|
|
|
|
2
3
4
|
|
|
|
|
|
|
Dst
|
|
|
|
|
|
|
Total
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Jam 00.30
No
|
Taksa
|
Stasiun
|
S
|
|||
1
|
2
|
3
|
......
|
|||
1
|
|
|
|
|
|
|
2
3
4
|
|
|
|
|
|
|
Dst
|
|
|
|
|
|
|
Total
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.8 Teknik Analisa Data
Data
yang diperoleh dianalisis dengan cara sebagai berikut: Indeks keanekaragaman
pada masing-masing habitat dihitung dengan cara:
a.
Indeks keanekaragaman Shanon – Wiener
Keterangan:
Pi
= n/N
H’ : Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever
ni : Nilai rata-rata masing-masing spesies
N : Jumlah total nilai rata-rata spesies
dalam sampel
(Ludwig
dan Reynolda, 1998 dalam Irawan, 1999)
b.
Selanjutnya menghitung nilai indeks
kemerataan (Evennes) dengan rumus:
Keterangan:
E : Indeks kemerataan evennes
H’ : Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever
S : Jumlah spesies (n1, n2, n3, …..)
(Irawan,
1999)
c.
Selanjutnya dihitung nilai kekayaan
dengan menggunakan rumus indek Richness:
Keterangan:
R
: Indeks Richness
(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Irawan, 1999)
d. Untuk
mengetahui dominansi suatu spesies dilakukan perhitungan nilai dominansi
sebagai berikut:
C = Ʃ
()2
Keterangan: D :
Dominansi spesies
n :
Jumlah individu masing-masing spesies
N : Total individu dalam pengambilan sampel\
C : Indeks Dominansi
(Odum,
1993)
BAB IV
HASIL
PENELITIAN
4.1 Data pengamatan
Waktu: 18.30
No.
|
Nama Spesies
|
Jumlah
|
Agrioglypta sp)
|
21
|
|
Amphicyrta dentipes)
|
2
|
|
Anisoptera
|
1
|
|
Arthroschista sp.
|
1
|
|
Blattela germanica)
|
4
|
|
Blattodea
|
1
|
|
Celastrina
|
1
|
|
Centrodora sp
|
1
|
|
Cephidae sp
|
1
|
|
Crysiptya coclesalis
|
4
|
|
Ctenicera noxia)
|
1
|
|
Eleodes suturalis
|
1
|
|
Episyron quinquenotatus
|
13
|
|
Leptosia nina
|
2
|
|
Mainertellidae
|
1
|
|
Pareuchaetes
|
1
|
|
Salma sp.
|
1
|
|
Tabanus snicifrosis)
|
1
|
|
Trachelus tabidatus)
|
9
|
|
Jumlah
|
|
67
|
Waktu: 20.30
No.
|
Nama Spesies
|
Jumlah
|
Aphelinus sp
|
1
|
|
Arthroschistia hilaralis Walker
|
2
|
|
Auplopus carbonarius
|
2
|
|
Blaberidae sp.
|
1
|
|
Chrysops univittatus Macquart
|
1
|
|
Diapheromera sp
|
3
|
|
Dissosteira sp.
|
2
|
|
Eoophyla crassicornalis Guenee)
|
1
|
|
Episyron quinquenotatus
|
3
|
|
Gryllus sp.
|
1
|
|
Heterocampa guttivitta
|
4
|
|
Horse fly
|
1
|
|
Hylaeus sp
|
1
|
|
Megachile sp
|
1
|
|
Monophadnoides osaoodi
|
1
|
|
Ostrinia furnacalis
|
1
|
|
Phyllophage portoricensis Smythe
|
1
|
|
Polistes metricus
|
2
|
|
Priocnemis
|
1
|
|
Pteromalidae sp
|
1
|
|
Spiriverpa lunulata
|
1
|
|
Tetrastichus bruchophagi)
|
6
|
|
Jumlah
|
|
38
|
Waktu 22.30
No.
|
Nama Spesies
|
Jumlah
|
Acthiophysa sp.
|
1
|
|
Caenurgina sp.
|
1
|
|
Copableparon sp.
|
1
|
|
Diachlorus sp.
|
2
|
|
Falita sp.
|
1
|
|
Myrmica
|
4
|
|
Photuris sp.
|
1
|
|
Jumlah
|
|
11
|
Waktu 00.30
No
|
Nama Spesies
|
Jumlah
|
Aedes communis
|
1
|
|
Alphina glauca
|
2
|
|
Aphidolestes
|
1
|
|
Caenurgina sp.
|
1
|
|
Cicada sp.
|
1
|
|
Dissosteira sp.
|
4
|
|
Dolichopus
|
1
|
|
Hetorus
|
1
|
|
Largus succinetus
|
1
|
|
Myrmica
|
1
|
|
Ochlerotatus fulvus palens
|
1
|
|
Ochlerotatus japanicus
|
1
|
|
Ogcodes sp.
|
1
|
|
Oligotoma nigra
|
2
|
|
Panoquina lucas
|
1
|
|
Rhagio sp.
|
2
|
|
Tibicien pruinosa
|
1
|
|
Tiphiid waes
|
1
|
|
Tobacco hornworm
|
1
|
|
Tropidopteptes pacificus
|
4
|
|
Jumlah
|
|
29
|
4.2 Analisis Data
Berdasarkan
hasil yang telah diperoleh, dilakukan analisis mengenai indeks keanekaragaman
(H’), kemerataan (E), dan kekayaan (R), dari spesies serangga malam di Hutan
Pantai Taman Nasional Alas Purwo.
Waktu Pengambilan
|
H’
|
E
|
R
|
C
|
16.30-18.30
|
2,251
|
0,764
|
4,281
|
0,166
|
18.30-20.30
|
2,889
|
0,935
|
5,773
|
0,069
|
20.30-22.30
|
1,768
|
0,908
|
2,502
|
0,207
|
22.30-00.30
|
2,841
|
0,949
|
5,643
|
0,07
|
Tabel 4.1 Tabel Indeks Keanekaragaman,
Kemerataan dan Kekayaan Serangga Malam di Hutan Pantai Taman Nasional Alas
Purwo Banyuwangi
Grafik
4.1 Grafik Nilai Indeks
Keanekaragaman Hewan Tanah di Hutan Pantai Taman Nasional Alas Purwo
Banyuwangi.
Grafik
4.2.
Grafik Nilai Indeks Kemerataan Hewan
Tanah di Hutan Pantai Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
Grafik
4.3. Grafik Nilai Indeks Kekayaan Hewan Tanah di
Hutan Pantai Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
Grafik
4.4. Grafik Nilai Indeks Dominansi Hewan Tanah di
Hutan Pantai Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
BAB
V
PEMBAHASAN
5.1
Jenis-Jenis
Serangga Malam yang Terdapat di Hutan Pantai Taman Nasional Alas Purwo
Banyuwangi Berdasarkan Jam Biologis
Hutan
Triangulasi Alas Purwo memiliki spesies serangga yang beraneka ragam.
Serangga-serangga tersebut memiliki jam biologis masing-masing seperti pada
spesies Episyron quinquenotatus yang tertangkap pada jam 18.30 dan jam 20.30. Dari hasil tangkapan menggunakan
light trap tertangkap 67 taksa dari serangga malam yakni Acthiophysa sp,
Aedes communis, Agrioglypta sp, Alphina glauca, Amphicyrta
dentipes, Anisoptera sp, Aphelinus sp,
Aphidolestes sp, Arthroschista sp,
Arthroschistia hilaralis Walker, Auplopus
carbonarius, Blaberidae sp, Blattela germanica, Blattodea, Caenurgina sp.,
Celastrina, Centrodora sp, Cephidae sp, Chrysops univittatus Macquart, Cicada
sp., Copableparon sp., Crysiptya coclesalis, Crysiptya coclesalis Walker,
Ctenicera noxia, Diachlorus sp., Diapheromera sp., Dissosteira sp., Dolichopus,
Eleodes suturalis, Eoophyla crassicornalis Guenee, Episyron quinquenotatus,
Falita sp., Gryllus sp., Heterocampa guttivitta, Hetorus, Horsefly, Hylaeus sp,
Largus succinetus, Leptosia nina, Mainertellidae, Megachile sp, Monophadnoides
osaoodi, Myrmica sp., Ochlerotatus fulvuspalens, Ochlerotatus japanicus,
Ogcodes sp, Oligotoma nigra, Ostrinia furnacalis, Panoquina lucas,
Pareuchaetes, Photuris sp., Phyllophage portoricensis Smythe, Polistes
metricus, Priocnemis sp., Pteromalidae sp, Rhagio sp., Salma sp., Spiriverpa
lunulata, Tabanus snicifrosis, Tabanus sp., Tetrastichus bruchophagi, Tibicien
pruinosa, Tiphiid waes, Tobacco hornworm, Trachelus tabidatus, dan Tropidopteptes pacificus.
Serangga malam hari (nocturnal)
adalah hewan yang tidur pada siang hari, dan aktif pada malam hari. Serangga
nokturnal umumnya memiliki kemampuan penglihatan yang tajam. Serangga nocturnal
dapat melihat gelombang cahaya yang lebih panjang daripada manusia dan dapat
memilah panjang gelombang cahaya yang berbeda-beda. Panjang gelombang cahaya
dari 300-400 nm (mendekati ultraviolet) sampai 600-650 nm (orange). Diduga
bahwa serangga tertarik pada ultraviolet karena cahaya itu merupakan cahaya
yang diabsorbsi oleh alam terutama oleh daun (Borror dkk, 1996). Serangga
malam memiliki aktifitas optimal bila suhu telah turun. Hal ini berkaitan
dengan fisiologis serangga sebagai organisme poikiloterm yang suhu tubuhnya
berubah sesuai dengan lingkungannya, sehingga sangat mungkin bagi serangga akan
kehilangan panas tubuhnya pada malam hari. Sehingga berbagai mekanisme
pertahanan diri perlu dilakukan oleh serangga untuk mempertahankan suhu
tubuhunya, salah satunya adalah dengan beraktivitas di malam hari.
Banyaknya
jenis serangga malam ini umumnya ditunjang oleh faktor-faktor yang memungkinkan
serangga dapat bertahan dan berkembang biak pada daerah tersebut. Beberapa
faktor yang memungkinkan hal tersebut anatara lain iklim. Pada umumnya
peningkatan keragaman dapat terjadi dengan semakin mendekati daerah tropis. Price
(1997), menjelaskan bahwa Keragaman organisme di daerah tropis lebih tinggi
dari pada di daerah sub tropis hal ini disebabkan daerah tropis memiliki
kekayaan jenis dan kemerataan jenis yang lebih tinggi daripada daerah
subtropis. Lingkungan fisik yang lebih heterogen dan kompleks dapat
menghasilkan komunitas binatang dan tanaman yang lebih kompleks dan beragam,
dengan demikian semakin mendekati daerah tropis jumlah habitat akan semakin
meningkat. Tingginya padat populasi dan keragaman habitat di daerah tropis
kemungkinan disebabkan oleh kondisi iklim yang cenderung stabil. Stabilitas
iklim dapat mendukung peningkatan keragaman tanaman, sehingga meningkatkan
keragaman serangga. Faktor kedua yakni ketesediaan sumber pangan. Keragaman
yang tinggi di daerah hutan tropis disebabkan oleh ketidak mampuan spesies untuk
berkembang dominan di tanah dengan status nutrisi yang sangat rendah. Status
nutrisi yang rendah ditentukan oleh suhu dan curah hujan yang tinggi dengan
konsekuensi daur ulang atau pencucian nutrisi yang cepat. Karena terbatasnya
nutrisi, spesialisasi niche ditingkatkan dan sebagai hasilnya lebih banyak
spesies yang berkoeksistensi.
5.2
Spesies
yang Mendominasi di Hutan Triangulasi pada Jalur Kanan
Pada
hasil pengamatan dan telah dilakukan penghitungan, spesies yang mendominasi
Hutan Triangulasi pada jalur kanan yakni Agrioglypta sp. Agrioglypta sp. memiliki nilai
dominansi sebesar 31,34328%. Alasan mengapa Agrioglypt sp mendominasi daerah tersebut yakni karena
memiliki masa reproduksi yang cept jika dibandingkan dengan serangga yang
lainnya. Stabilitas dari produktivitas mempunyai
pengaruh utama terhadap keanekaragaman spesies dalam komunitas. Semakin besar
produktivitasnya, maka keanekaragamannya juga semakin besar (Widagdo, 2002).
5.3 Keanekaragaman,
Kemerataan, dan Kekayaan Serangga Malam di Kawasan Hutan Pantai Triangulasi
Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi
Berdasarkan
hasil analisis data tentang keanekaragaman serangga malam, diperoleh
kecenderungan rata-rata nilai indeks keanekaragaman yang hampir sama pada
keempat waktu pengambilan sampel, yaitu pada pukul 18.30 WIB, 20.30 WIB, 22.30
WIB, dan 00.30 WIB. Pengambilan sampel pukul 18.30 WIB diperoleh indeks
keanekaragaman sebesar 2,251, pengambilan pukul 20.30 WIB 2,889, pengambilan
pukul 22.30 WIB 1,768 sedangkan pengambilan pukul 00.30 WIB diperoleh indeks
keanekaragaman yang lebih rendah yaitu sebesar 2,841.
Hal
ini berarti indeks keanekaragam yang tertinggi diperoleh pada pengambilan
sampel pukul 20.30 WIB, dan indeks keanekaragaman terendah diperoleh pada pukul
22.30 WIB. Sedikitnya indeks keanekaragaman pada pengambilan sampel pada pukul
22.30 WIB ini dimungkinkan karena terdapat kehilangan data pada salah satu
kelompok sehingga terjadi perbedaan yang sangat besar dari indeks
keanekaragaman pada jam yang lain
Kemerataan
serangga malam di hutan pantai Triangulasi kawasan Taman Nasional Alas Purwo,
Banyuwangi. Dari hasil analisis data didapatkan bahwa untuk keempat waktu
pengambilan yaitu pengambilan pukul 18.30 WIB, 20.30 WIB, 22.30 WIB, dan 00.30 WIB
diperoleh indeks kemerataan yang hampir sama besarnya. Pada pengambiln pukul 18.30
WIB diperoleh indeks kemerataan sebesar 0,764, pengambilan pukul 20.30 WIB
diperoleh kemerataan sebesar 0,935, pengambilan pukul 22.30 WIB indeks
kemerataannya sebesar 0,908, sedangkan untuk pengambilan pada pukul 00.30 WIB
diperoleh indeks kemerataan yang lebih kecil yaitu sebesar 0,949. Rendahnya indeks kemerataan pada pengambilan
sampel pukul 18.30 WIB ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi lingkungan
seperti suhu, kelembaban oksigen, pH, dan cahaya sudah mengalami perubahan dari
sore ke malam. Sehingga hanya jenis-jenis serangga tertentu saja yang muncul
dan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan di malam hari. Hal ini
sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Widagdo (2002) bahwa waktu menekankan
pentingnya peran semua parameter lingkungan seperti suhu, kelembaban,
salinitas, oksigen, dan pH.
Berdasarkan
hasil analisis data diperoleh indeks kekayaan (R) tertinggi pada pengambilan
sampel pukul 18.30 WIB yaitu sebesar 4,281, pada pengambilan pukul 20.30 WIB
indeks kekayaannya sebesar 5,773, pengambilan pukul 22.30 WIB indeks kekayaan
sebesar 2,502, dan pada pengambilan pukul 00.30 WIB indeks kekayaannya sebesar 5,643.
Indeks kekayaan tertinggi terletak pada jam 22.30. Hal ini berkaitan dengan pengaruh
kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa hewan secara aktif akan berpindah dari lingkungan satu ke lingkungan lain
apabila terjadi perubahan lingkungan sementara (Widagdo, 2002). Jadi dari
peristiwa ini dapat disimpulkan bahwa jumlah kekayaan dari suatu spesies di
suatu daerah ditemtukan oleh faktor lingkungan.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1.
Ditemukan 67 spesies serangga malam di Hutan
Pantai Taman nasional Alas Purwo Banyuwangi yangs setiap spesiesnya memiiki jam
biologis masing-masing.
2.
Spesies yang mendominasi Hutan
Triangulasi pada jalur kanan yakni Agrioglypta sp. yang memiliki nilai dominansi
sebesar 31,34328%.
3.
Nilai indeks keanekaragaman tertinggi
terletak pada jam 20.30 WIB sedangkan terendah pada jam 22.30. Nilai indeks
kemerataan tertinggi terletak pada jam 00.30 sedangkan terendah pada jam 18.30.
Nilai indeks kekayaan tertinggi terletak pada jam 20.30 sedangkan terendah pada
jam 22.30.
6.2 Saran
Sebaiknya untuk pengambian serangga dalam
keadaaan yang hening agar serangga yag didapatkan tidak kabur.
Referensi
Aziz, Alimul H. 2008. Pengantar
Konsep Dasar Keperawatan Edisi
2. Jakarta: Salemba Medika
Borror dkk. 1992, Pengenalan
pelajaran Serangga. Yogyakarta: Gadjah Mada press.
Borror, D.J., Triplehorn, C.A., Jhonson, N.F. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Ed. Bahasa Indonesia. Yogyakarta :
Gajah Mada University press.
Dharmawan, Agus, dkk. 2004. Ekologi Hewan. Malang : Jurusan Biologi
FMIPA UM Malang
Hadi. 2009. Metodologi Penelitian.
Yogyakarta: Andi Yogyakart.
Irawan, K.F. 1999. Kemelimpahan dan Keanekaragaman Serangga Malam di Hutan Pantai Kawasan
Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang:
IKIP
Kastawi, Yusuf. 2001. Zoologi Avertebrata. Malang : Jurusan
Pendidikan Biologi FMIPA UM Malang
Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Price, S. A. and L.M.Wilson. 1997. Pathofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Edisi 4. Jakarta: EGC Sudarsono. 2005. Taksonomi Tumbuhan Tingkat Tinggi.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Widagdo, K.
2002. Keanekaragaman Serangga Malam pada
Berbagai Ketinggian di Gunung Arjuna. Malang: Universitas Negeri Malang.
.
Lampiran
Hasil hitungan
Jam 18.30
No.
|
Nama Spesies
|
Jumlah
|
pi
|
ln pi
|
-pilnpi
|
D
|
C
|
Agrioglypta sp)
|
21
|
0,313433
|
-1,16017
|
0,363635
|
31,34328
|
0,09824
|
|
Amphicyrta dentipes)
|
2
|
0,029851
|
-3,51155
|
0,104822
|
2,985075
|
0,000891
|
|
Anisoptera
|
1
|
0,014925
|
-4,20469
|
0,062757
|
1,492537
|
0,000223
|
|
Arthroschista sp.
|
1
|
0,014925
|
-4,20469
|
0,062757
|
1,492537
|
0,000223
|
|
Blattela germanica)
|
4
|
0,059701
|
-2,8184
|
0,168263
|
5,970149
|
0,003564
|
|
Blattodea
|
1
|
0,014925
|
-4,20469
|
0,062757
|
1,492537
|
0,000223
|
|
Celastrina
|
1
|
0,014925
|
-4,20469
|
0,062757
|
1,492537
|
0,000223
|
|
Centrodora sp
|
1
|
0,014925
|
-4,20469
|
0,062757
|
1,492537
|
0,000223
|
|
Cephidae sp
|
1
|
0,014925
|
-4,20469
|
0,062757
|
1,492537
|
0,000223
|
|
Crysiptya coclesalis
|
4
|
0,059701
|
-2,8184
|
0,168263
|
5,970149
|
0,003564
|
|
Ctenicera noxia)
|
1
|
0,014925
|
-4,20469
|
0,062757
|
1,492537
|
0,000223
|
|
Eleodes suturalis
|
1
|
0,014925
|
-4,20469
|
0,062757
|
1,492537
|
0,000223
|
|
Episyron quinquenotatus
|
13
|
0,19403
|
-1,63974
|
0,318159
|
19,40299
|
0,037648
|
|
Leptosia nina
|
2
|
0,029851
|
-3,51155
|
0,104822
|
2,985075
|
0,000891
|
|
Mainertellidae
|
1
|
0,014925
|
-4,20469
|
0,062757
|
1,492537
|
0,000223
|
|
Pareuchaetes
|
1
|
0,014925
|
-4,20469
|
0,062757
|
1,492537
|
0,000223
|
|
Salma sp.
|
1
|
0,014925
|
-4,20469
|
0,062757
|
1,492537
|
0,000223
|
|
Tabanus snicifrosis)
|
1
|
0,014925
|
-4,20469
|
0,062757
|
1,492537
|
0,000223
|
|
Trachelus tabidatus)
|
9
|
0,134328
|
-2,00747
|
0,26966
|
13,43284
|
0,018044
|
|
|
67
|
1
|
-67,9236
|
2,250703
|
100
|
0,165516
|
|
Jumlah
|
|
4,204693
|
|
|
|
|
|
Jam 20.30
No.
|
Nama Spesies
|
Jumlah
|
pi
|
ln pi
|
-pilnpi
|
D
|
C
|
|
Aphelinus sp
|
1
|
0,026316
|
-3,63759
|
0,095726
|
2,631579
|
0,000693
|
|
Arthroschistia hilaralis Walker
|
2
|
0,052632
|
-2,94444
|
0,15497
|
5,263158
|
0,00277
|
|
Auplopus carbonarius
|
2
|
0,052632
|
-2,94444
|
0,15497
|
5,263158
|
0,00277
|
|
Blaberidae sp.
|
1
|
0,026316
|
-3,63759
|
0,095726
|
2,631579
|
0,000693
|
|
Chrysops univittatus Macquart
|
1
|
0,026316
|
-3,63759
|
0,095726
|
2,631579
|
0,000693
|
|
Diapheromera sp
|
3
|
0,078947
|
-2,53897
|
0,200445
|
7,894737
|
0,006233
|
|
Dissosteira sp.
|
2
|
0,052632
|
-2,94444
|
0,15497
|
5,263158
|
0,00277
|
|
Eoophyla crassicornalis Guenee)
|
1
|
0,026316
|
-3,63759
|
0,095726
|
2,631579
|
0,000693
|
|
Episyron quinquenotatus
|
3
|
0,078947
|
-2,53897
|
0,200445
|
7,894737
|
0,006233
|
|
Gryllus sp.
|
1
|
0,026316
|
-3,63759
|
0,095726
|
2,631579
|
0,000693
|
|
Heterocampa guttivitta
|
4
|
0,105263
|
-2,25129
|
0,236978
|
10,52632
|
0,01108
|
|
Horse fly
|
1
|
0,026316
|
-3,63759
|
0,095726
|
2,631579
|
0,000693
|
|
Hylaeus sp
|
1
|
0,026316
|
-3,63759
|
0,095726
|
2,631579
|
0,000693
|
|
Megachile sp
|
1
|
0,026316
|
-3,63759
|
0,095726
|
2,631579
|
0,000693
|
|
Monophadnoides osaoodi
|
1
|
0,026316
|
-3,63759
|
0,095726
|
2,631579
|
0,000693
|
|
Ostrinia furnacalis
|
1
|
0,026316
|
-3,63759
|
0,095726
|
2,631579
|
0,000693
|
|
Phyllophage portoricensis Smythe
|
1
|
0,026316
|
-3,63759
|
0,095726
|
2,631579
|
0,000693
|
|
Polistes metricus
|
2
|
0,052632
|
-2,94444
|
0,15497
|
5,263158
|
0,00277
|
|
Priocnemis
|
1
|
0,026316
|
-3,63759
|
0,095726
|
2,631579
|
0,000693
|
|
Pteromalidae sp
|
1
|
0,026316
|
-3,63759
|
0,095726
|
2,631579
|
0,000693
|
|
Spiriverpa lunulata
|
1
|
0,026316
|
-3,63759
|
0,095726
|
2,631579
|
0,000693
|
|
Tetrastichus bruchophagi)
|
6
|
0,157895
|
-1,84583
|
0,291446
|
15,78947
|
0,024931
|
Jumlah
|
|
38
|
|
|
2,88936
|
100
|
0,069252
|
Jam 22.30
No
|
Nama Spesies
|
Jumlah
|
pi
|
ln pi
|
-pilnpi
|
D
|
C
|
|
Acthiophysa sp.
|
1
|
0,090909
|
-2,3979
|
0,21799
|
9,090909
|
0,008264
|
|
Caenurgina sp.
|
1
|
0,090909
|
-2,3979
|
0,21799
|
9,090909
|
0,008264
|
|
Copableparon sp.
|
1
|
0,090909
|
-2,3979
|
0,21799
|
9,090909
|
0,008264
|
|
Diachlorus sp.
|
2
|
0,181818
|
-1,70475
|
0,309954
|
18,18182
|
0,033058
|
|
Falita sp.
|
1
|
0,090909
|
-2,3979
|
0,21799
|
9,090909
|
0,008264
|
|
Myrmica
|
4
|
0,363636
|
-1,0116
|
0,367855
|
36,36364
|
0,132231
|
|
Photuris sp.
|
1
|
0,090909
|
-2,3979
|
0,21799
|
9,090909
|
0,008264
|
Jumlah
|
|
11
|
|
|
1,767761
|
100
|
0,206612
|
Jam 00.30
No
|
Nama Spesies
|
Jumlah
|
pi
|
ln pi
|
-pilnpi
|
D
|
C
|
|
Aedes communis
|
1
|
0,034483
|
-3,3673
|
0,116114
|
3,448276
|
0,001189
|
|
Alphina glauca
|
2
|
0,068966
|
-2,67415
|
0,184424
|
6,896552
|
0,004756
|
|
Aphidolestes
|
1
|
0,034483
|
-3,3673
|
0,116114
|
3,448276
|
0,001189
|
|
Caenurgina sp.
|
1
|
0,034483
|
-3,3673
|
0,116114
|
3,448276
|
0,001189
|
|
Cicada sp.
|
1
|
0,034483
|
-3,3673
|
0,116114
|
3,448276
|
0,001189
|
|
Dissosteira sp.
|
4
|
0,137931
|
-1,981
|
0,273242
|
13,7931
|
0,019025
|
|
Dolichopus
|
1
|
0,034483
|
-3,3673
|
0,116114
|
3,448276
|
0,001189
|
|
Hetorus
|
1
|
0,034483
|
-3,3673
|
0,116114
|
3,448276
|
0,001189
|
|
Largus succinetus
|
1
|
0,034483
|
-3,3673
|
0,116114
|
3,448276
|
0,001189
|
|
Myrmica
|
1
|
0,034483
|
-3,3673
|
0,116114
|
3,448276
|
0,001189
|
|
Ochlerotatus fulvus palens
|
1
|
0,034483
|
-3,3673
|
0,116114
|
3,448276
|
0,001189
|
|
Ochlerotatus japanicus
|
1
|
0,034483
|
-3,3673
|
0,116114
|
3,448276
|
0,001189
|
|
Ogcodes sp.
|
1
|
0,034483
|
-3,3673
|
0,116114
|
3,448276
|
0,001189
|
|
Oligotoma nigra
|
2
|
0,068966
|
-2,67415
|
0,184424
|
6,896552
|
0,004756
|
|
Panoquina lucas
|
1
|
0,034483
|
-3,3673
|
0,116114
|
3,448276
|
0,001189
|
|
Photuris sp.
|
|
0
|
|
0
|
0
|
0
|
|
Rhagio sp.
|
2
|
0,068966
|
-2,67415
|
0,184424
|
6,896552
|
0,004756
|
|
Tibicien pruinosa
|
1
|
0,034483
|
-3,3673
|
0,116114
|
3,448276
|
0,001189
|
|
Tiphiid waes
|
1
|
0,034483
|
-3,3673
|
0,116114
|
3,448276
|
0,001189
|
|
Tobacco hornworm
|
1
|
0,034483
|
-3,3673
|
0,116114
|
3,448276
|
0,001189
|
|
Tropidopteptes pacificus
|
4
|
0,137931
|
-1,981
|
0,273242
|
13,7931
|
0,019025
|
Jumlah
|
|
29
|
|
|
2,84146
|
100
|
0,070155
|
Foto
Spesies
Leptosia nina Celastrina Pareuchaetes
Spiriverpa lunulata Horse fly Ostrinia furnacalis
Phyllophage
portoricensis Smythe Heterocampa guttivitta
Polistes metricus Priocnemis
Auplopus carbonarius Monophadnoides osaoodi
Tiphiid waes Ochlerotatus
fulvus palens
Ochlerotatus japanicus
Alphina glauca
Centrodora sp Cephidae sp Aphelinus
sp
Tabanus
sulcifrons Aphidolestes sp.
Untuk mengurangi tingkat copy paste yang tinggi
BalasHapussaran saya, jangan disajikan laporan praktikum secara utuh dan apa adanya
cukup disajikan bagaimana cara menganalisis dan pembahasan apa saja yang penting untuk dimasukkan dalam laporan